Sabtu, 10 April 2010

Gerobak Tua...(Di Bawah Tugu Juang)


"Pak, Nasi bungkusnya tadi di taruh dimana?"
"Di bawah koran Buk.."
Hening sejenak, sesaat kemudian si Ibuk datang membawa sebungkus nasi yang kemasannya sudah tidak utuh lagi, kertas pembungkusnya sudah basah terkena tumpahan kuah. Ia kemudian membukanya, membasuh tangan seadanya lalu melihat kearah si Bapak.
"Makan dulu Pak" katanya lembut

***********************************

Hari sudah beranjak tengah malam, lampu-lampu taman sudah sebagian dimatikan sejak tadi, kendaraan masih saja sibuk melintas dan tidak satupun yang memperhatikan si Bapak yang tampak begitu gusar. Matanya berkaca-kaca, pandangannya tertuju ke gerobak di seberang jalan. Gerobak tua yang tampak seringkih pemiliknya, Si Bapak. Gerobak itu terisi separuh dengan barang bekas, karton, kertas koran bekas, plastik, botol air mineral dan banyak lagi yang lainnya.

Tak jauh dari gerobak itu, disisi luar taman Tugu Juang. seorang wanita tampak meringkuk, mendekap erat kedua kakkinya. Ia nampak begitu lelah, dekil dan menderita. Sesekali erangan tertahan terdengar dari bibirnya yang pucat.

Si Bapak mendekati wanita itu, memeluknya, dengan nada sedih perlahan berkata " maaf ya Buk.. Uang kita tidak cukup untuk membeli obat" lirih kata-kata ini meluncur dari bibirnya, diiringi butiran hangat dari matanya."besok kita jual lagi hasil pungutan kita hari ini, sabar ya Buk" Si Bapak mendekap wanita itu semakin erat. Ia berusaha tampak tegar.

Pandangannya merawang melewati tingginya Tugu Juang yang nampak begitu angkuh dimatanya,
"Pak...maafkan ibu yah, sudah menjadi beban bagi apak" putus-putus suara itu terdengar
"Buk... istirahat saja yah, ga' usah banyak ngomong dulu"
Si Bapak menarik selembar kain kusam yang sudah tidak jelas lagi warnanya, menyelimuti mereka berdua, kembali mencoba menghangatkan tubuh istrinya. Tapi Tubuh itu gemetar menahan dingin dan semakin bergetar hebat, sampai Tubuh si Bapak ikut bergetar karenanya,
"dingin sekali Pak" air mata si Bapak makin banyak keluar. Ia tetap mendekap tubuh istrinya, getaran itu berkurang, kemudian terhenti. Tak ada kekuatan lagi ditubuhnya yang tua, si Bapak semakin erat memeluknya, Tak rela kehilangan belahan jiwanya.


Jalan diseputar Tugu juang terasa sepi, sunyi. Malam semakin dingin, sedingin jasad si Ibuk yang mulai kaku di pelukan suaminya.


*************************************************

Kamis, 01 April 2010

HARUSKAH AKU MENARI DI UJUNG PERIH ?


"kak, obatnya dimakan dulu yach... biar cepat sembuh" kalimat lembut dan tulus itu keluar dari mulut Alya.
Hanya tatapan kosong yang didapatnya sebagai jawaban. Tak lama setelah itu, kebua bola mata indah milik Syifa, kakaknya mualai berkaca-kaca lagi...miris hati Alya melihat pemandangan ini.

Tak bersisa sama sekali sekarang ini pada diri Syifa sifatnya yang periang, cerdas, optimis dan selalu tersenyum kepada orang lain. Parasnya yang cantik disertai dengan kepribadiannya yang hangat membuat Syifa banyak disenangi orang lain. Semua berubah, semua musnah sejak Syifa menjadi korban perkosaan seorang pemuda yang mabuk, kemudian lari dan meninggalkan Syifa sendirian di pinggir jalan.

Menangis, mengurung diri di kamar, sesekali teriak histeris menjadi bahian hidup Syifa selanjutnya.


**************************


Alya begitu bahagia ketika menerima kado berupa cincin indah pada ulang tahunnya yang keduapuluh tiga, apalagi sebelum cincin itu dilingkarkan ke jarinya, sebuah kalimat menakjubkan keluar dari mulut Tyo, lelaki yang selama ini menjadi pujaan hatinya, "would you marrie me?"

Ingin sekali Alya membagi kebahagiaan itu dengan Syifa begitu sampai dirumah, ketika pintu kamar kakanya terbuka, ia melihat kakaknya tertidur pulas sekali. Tak tega membangunkannya, Alya lantas menyelumuti Syifa, mencium keningnya, mematikan lampu, lalu keluar kamar.

Sudah Tiga tahun Sifa tidak pernah keluar rumah, ia hanya mau keluar kamar... duduk diam di taman belakng, melamun, menetskan air mata, lalu masuk lagi ke kamarnya. Tapi entah kenapa hari ini, Syifa sudah bangun pagi sekali, mandi dan tampak begitu cerah. Seperti ingin lepas dari traumanya Syifa tampak begitu bersemangat merapikan kamarnya yang sudah dibersihkan oleh Bik Inah.

"Jadikan hari ini lamarannya?"
Pertanyaan itu mengejutkan Alya, dengan semangat dan perasaan yang begitu senang, Alya menjawab
"Jadi Kak...", Alya kemuadian mendekap kakaknya yang telah "kembali", tak terasa sebutir air hangat mengalir dipipinya.
---------
"Proses lamaran udah selesai, tapi mengapa kakak ga' keluar kamar ya?" pikir Alya, buru-buruia menuju kamar Syifa. Terkunci. Rasa khawatir tiba-tiba menyeruak didada Syifa, Ia mengambil kunci cadangan, lalu membuka pintu kamar Syifa. Seakan mau meloncat keluar kedua mata Alya saat melihat tubuh Syifa sudah tergantung kaku. Lebih tercekat lagi saat membaca surat yang tergeletak dilantai bertuliskan "Dek..maafkan Kakak yah, Tolong jangan menikah dengannya, karena dia pelakunya"

************************************************


MEMBINGKAI REMBULAN


pulang aku kepangkuanmu
pilu menyatu dalam raga
bersimbah rasa kalut
berselimut rindu yang membuncah

ingin hati sekali lagi
berlari menjemput nuansa
lalu berenang didanau asa
berpeluh mendayung bahtera

bulan masih indah
walau memudar dalam terangnya
jiwa hampa tetap memujanya
ingin hati sekali lagi membingkainya

letih membasuh diri
mencari arti sebuah janji
lelah mengobati lara
yang didapat hanya dusta

ingin hati membingkainya
lagi.....

***********************************************